Anti-Sosial | STOP BULLYING!!





Pada dasarnya, manusia itu makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk bisa bertahan hidup. Begitu pun denganku. Aku tahu dengan sadar bahwa aku membutuhkan orang lain untuk bisa bertahan di dunia ini. Mulai dari pendidikan, pekerjaan, sampai masalah keluarga menuntutku untuk bisa bersosialisasi dengan baik. 

Tapi jujur saja, aku merasa kesulitan untuk melakukan semua itu. Aku juga bingung mengapa begitu. Padahal sebenarnya aku juga ingin berinteraksi dengan orang lain. Aku mencoba menganalisisnya. Sebenarnya apa yang salah denganku. Mengapa aku tidak ingin bertemu orang lain. Mengapa aku tidak suka bertemu orang baru. Bahkan enggan menjalin silaturahmi. 

Well, awalnya aku berpikir hal itu karena aku tidak pernah memiliki teman yang bisa dipercaya. Karena, setiap kali aku membuka diri untuk berteman dan bersosialisasi layaknya orang lain, pasti semuanya akan berakhir mengecewakan. Pada akhirnya mereka hanya memanfaatkanku. Tidak ada yang benar-benar tulus ingin berteman denganku. Pada akhirnya aku hanya akan tersakiti dan sendirian lagi. Dan tahun lalu, aku sudah mencapai batasku (lagi).

Let's say mungkin orang-orang yang aku temui memang tidak bisa selaras denganku. Tapi, kenapa hal ini terus saja terjadi secara berulang. Di titik ini lah aku sadar. Akulah masalahnya di sini. Aku merasa semuanya dimulai sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Orang lain mungkin akan mengira wajar jika kita dibully waktu SD. Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Kupikir semuanya akan menghilang seiring berjalannya waktu. Kukira aku akan baik-baik saja. Tapi nyatanya tidak.

Luka batin yang kurasakan 10 tahun lalu nyatanya memberikan dampak yang cukup signifikan dalam kehidupanku saat ini. Satu hal yang membuatku sadar bahwa aku tidaklah sekuat itu. Kau tahu bagaimana rasanya diejek dan dikucilkan? tentu saja rasanya menyakitkan bahkan hal tersebut terjadi selama sekitar 3 tahun. Masa sekolah dasar, harusnya menjadi masa paling menyenangkan di mana aku bisa bermain bersama teman-temanku bukan. Ya terkadang mereka juga mengajakku bermain tapi tidak sesering mereka mengucilkanku. 

Kukira ketika lulus dan masuk ke SMP, aku bisa mendapat banyak teman baik dan terlepas dari segala pembullyan. Aku bahkan bertekad kuat untuk menaikkan prestasiku agar tidak diejek atau dibully. Setidaknya jika aku pintar maka tidak akan ada orang yang berani meremehkanku. Tapi, ternyata efek dibully selama bertahun-tahun membuatku kehilangan nyali. Aku takut berteman. Terlebih ketika aku melihat teman-teman sekelasku yang sangat-sangat jauh lebih pintar dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dariku.

Hei, sudah cukup 3 tahun aku dibully. Aku tidak ingin merasakan hal tersebut lagi. Sejak saat itu, ketakutan ini selalu muncul. Aku menjadi pendiam dan cenderung duduk di paling belakang mendengarkan. Aku tidak ingin dikucilkan, sehingga aku memilih untuk membentengi diri dari orang lain dan memilih menyendiri. Yah, aku memang pengecut, aku tidak berani menerima  resiko. Aku takut jika dikucilkan lagi. Hal inilah yang mungkin kini membuatku kesulitan untuk bersosialisasi. Ada perasaan takut bahwa mungkin "aku tidak diterima di sini".

Setiap melihat atau membaca cerita fiksi tentang persahabatan, aku pasti selalu iri. Karena, aku juga ingin merasakannya, memiliki sahabat yang tulus. Yang bisa menerimamu apa adanya, selalu ada untukmu di saat kau butuh pertolongan, sahabat yang bisa tertawa maupun menangis bersamamu. Hanya harapan bahwa aku mungkin bisa mendapat sahabat seperti itulah yang membuatku semangat untuk berkenalan dengan orang baru. 

Tapi kau tau, aku tidak memiliki banyak pengalaman tentang cara mengenali karakter seseorang. Aku kesulitan membedakan mana orang yang memang ingin berteman atau hanya sekadar sok ramah. Hal inilah yang sekali lagi membuatku terluka. Aku menganggap semua orang itu baik dan bisa menjadi teman. Aku menjadi terlalu percaya dan menceritakan segalanya tanpa tahu bagaimana dia sebenarnya. Entah kau paham atau tidak tentang perasaan ini, tapi aku hanya terlalu senang karena akhirnya ada orang lain yang mau mendengarku. Selama ini aku hanya menjadi pendengar yang berdiri di pojok ruangan. Berbicara pun tak ada yang mendengar. Mungkin itulah yang dirasakan hantu. 

Aku selalu berusaha untuk menjadi teman yang tulus. Aku benar-benar menyayangi mereka. Tapi kau tahu, aku selalu menjadi karakter tambahan yang bahkan kehadirannya tak terlihat. Hingga pada satu titik, aku kembali terluka dan merasa menjadi manusia yang paling tersakiti. Tanpa sadar aku tumbuh menjadi orang yang sensitif dan emosional. Bahkan jika ada yang berbicara tanpa mengajakku, aku merasa dikucilkan. Aku menjadi sangat sensitif dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Jika ada yang berbicara tanpa mengajakku, well aku bisa saja bergabung. 

Aku selalu berpikir bahwa orang lain mungkin membenciku. Mereka mungkin tidak nyaman dengan kehadiranku. Bahkan untuk sekadar minta tolong saja aku selalu berpikir seribu kali, takut jika menganggu. Aku lebih takut meminta bantuan daripada harus jatuh bangun sendiri. Saat mulai kuliah, aku pun mulai mengikuti cukup banyak organisasi. Aku ingin berteman dengan banyak orang. Tapi, nyatanya pada suatu malam sepulang rapat aku bahkan tak berani hanya untuk sekadar meminta tumpangan pada temanku dan lebih memilih untuk pergi ke samping gerbang sambil berharap cemas semoga masih ada gojek yang mau  menerimaku. Sampai pernah pada suatu pagi aku terlambat datang ke tempat acara karena harus berjalan kaki. Salah satu temanku pun menyahut kenapa tidak memintanya untuk datang menjemputku jadi kami bisa berangkat bersama. 

Well, aku takut penolakan. Aku takut dikucilkan. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang yang asik. Aku juga sudah berkali-kali dikecewakan. Tidak semua orang itu baik.

Bahkan saat ini pun, aku merasa tidak nyaman jika harus mengikuti pertemuan-pertemuan. Aku sadar benar bahwa aku harus berubah. Aku tidak bisa jika terus seperti ini. Terlebih aku sudah mahasiswa semester akhir. Aku harus bisa bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Mungkin sudah saatya aku kembali keluar dari dinding yang kupasang sendiri. 

Tidak mudah memang terlebih jika kau sudah tidak mempercayai manusia. Memang, tidak ada manusia yang benar-benar baik. Tapi setiap orang pasti masih memiliki sisi baik. Aku harus bisa menerima bahwa semua orang itu berbeda-beda. Aku tidak bisa memaksa semua orang untuk bisa menyukaiku. No, itu mustahil. Aku harus belajar mengontrol emosiku. Aku harus belajar memahami bahwa karakter setiap orang itu berbeda-beda. 

Dan tentu saja, aku harus belajar sabar dan menerima segala rasa sakit yang pernah kurasakan. Perasaan dendam hanya akan membuatku tersiksa dan terkurung dalam ingatan menyakitkan. 

Aku harap segala bentuk bullying di dunia ini bisa dihapuskan. Semoga tidak ada lagi anak-anak di luar sana yang harus merasakan hal yang sama denganku. Aku mungkin hanyalah salah satu korban yang kondisinya tidak terlalu buruk. Tapi tentu saja, bullying tetaplah salah. Faktanya, sedikit banyak hal ini mempengaruhi mental korbannya. 

Untuk kalian yang juga pernah menjadi korban bullying. Aku cuma mau bilang, kamu itu berharga dan kamu nggak layak diperlakukan seperti itu. Nggak ada yang kurang ataupun salah darimu. You're enough :)

Komentar

Postingan Populer