Belajar Memimpin

   




  Jujur, sampai sekarang aku masih tidak mengerti kenapa aku bisa ditunjuk sebagai pemimpin. Well, menjadi seorang ketua atau orang yang berada di jajaran atas suatu organisasi bukanlah hal yang mudah. Ya memang sih memiliki embel-embel sebagai seorang ketua atau wakil memberikan dampak prestise pada nama kita di hadapan orang lain. Tapi jujur, aku sebenarnya tidak terlalu cocok dengan jabatan seperti ini. Pada dasarnya aku memang orang yang cukup punya banyak ide dan suka mengorganisir sesuatu agar berjalan sebaik mungkin. Tapi di sisi lain, aku adalah orang cukup emosinal jadi setiap melakukan apapun pasti memakai perasaan. 

    Aku cenderung segan jika harus menegur orang lain karena aku khawatir jika hal itu akan melukai perasaannya. Padahal kita semua tahu, dalam organisasi jika ada sesuatu yang tidak berjalan dengan baik maka diperlukan evaluasi agar hal yang sama tidak terjadi di kemudian hari. Itulah kenapa, seorang pemimpin harus memiliki ketegasan sikap. Sedangkan aku sebaliknya, aku terlalu memikirkan perasaan semua orang. Bahkan dalam hal menentukan jadwal pun aku berusaha mencari titik tengah di antara manusia sebanyak itu. Padahal kita semua tahu, semua orang punya kesibukan masing-masing dan aku tidak akan bisa menuruti keinginan semua orang.  Tak jarang aku stres sendiri karena anggota dalam timku tak bisa mengikuti kegiatan. Aku ingin semuanya berjalan sempurna. Semua orang bisa berjalan bersama-sama tanpa ada yang menghilang maupun tertinggal. 

    Dari sini aku sadar, menjadi seorang pemimpin juga mengajarkanku untuk lebih berlapang dada. Untuk tahu kapan kita harus menggenggam erat juga tahu kapan kita harus melepaskan. Jujur melepaskan anggota apalagi ketika aku yang menjadi ketuanya, bukanlah hal yang bisa kuterima dengan mudah. Rasanya seperti aku gagal menjadi orang tua karena salah satu anakku ada yang memilih meninggalkan rumah. Apakah aku memang bukan pemimpin yang baik? apakah cara memimpinku membuat mereka tidak nyaman? serta segala pertanyaan overthinking lainnya.

    Semakin ke sini aku sadar, jika aku memang ketua yang bertugas menyatukan seluruh elemen dalam tim agar bisa berjalan selaras. Tapi, menjamin keutuhan tim sudah berada di luar kewenanganku. Mereka para anggota timku, para anak-anakku, memiliki kehidupan lain di luar kegiatan  kami. Aku mulai belajar untuk menerima hal itu. Belajar untuk berusaha semampuku dan menerima apapun hasilnya,  bahkan jika hasilnya sangat tidak sesuai dengan harapan. 


-Mel



Komentar

Postingan Populer